Stress
A.
Pengertian stress menurut hans selye
Stress adalah respon tubuh yang respon tubuh yang sifatnya nonspesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya. Bila seseorang setelah mengalami stres mengalami gangguan pada satu atau lebih organ tubuh sehingga yang bersangkutan tidak lagi dapat menjalankan fungsi pekerjaannya dengan baik, maka ia disebut mengalami distres. Pada gejala stres, gejala yang dikeluhkan penderita didominasi oleh keluhan-keluhan somatik (fisik), tetapi dapat pula disertai keluhan-keluhan psikis. Tidak semua bentuk stres mempunyaikonotasi negatif, cukup banyak yang bersifat positif, hal tersebut dikatakan eustres.
Stress adalah respon tubuh yang respon tubuh yang sifatnya nonspesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya. Bila seseorang setelah mengalami stres mengalami gangguan pada satu atau lebih organ tubuh sehingga yang bersangkutan tidak lagi dapat menjalankan fungsi pekerjaannya dengan baik, maka ia disebut mengalami distres. Pada gejala stres, gejala yang dikeluhkan penderita didominasi oleh keluhan-keluhan somatik (fisik), tetapi dapat pula disertai keluhan-keluhan psikis. Tidak semua bentuk stres mempunyaikonotasi negatif, cukup banyak yang bersifat positif, hal tersebut dikatakan eustres.
B.
Efek dari stress
Para
ahli bahkan mengelompokkan akibat stress untuk mempermudah mempelajari
berbagai efek penyakit ini. Akibat stress dikelompokkan ke dalam tiga kategori
yakni akibat secara fisiologis, psikologis dan perilaku. Berdasarkan riset
berkelanjutan, secara fisiologis stress bisa mengakibatkan perubahan pada fisik
atau organ pada manusia. Akibat ini bisa berupa perubahan dalam sistem
metabolisme manusia, meningkatkan detak jantung, membuat nafas lebih berat,
menaikkan tekanan darah, menimbulkan sakit kepala tanpa sebab, serta memicu
serangan jantung.
Reaksi
fisiologis tubuh terhadap perubahan-perubahan akibat stress disebut sebagai
general adaption syndrome, yang terdiri dari tiga fase:
a.
Alarm reaction(reaksi peringatan) pada fase ini tubuh dapat mengatasi
stressor(perubahan) dengan baik. Apabila ada rasa takut atau cemas atau
khawatir tubuh akan mengeluarkan adrenalin, hormon yang mempercepat katabolisme
untuk menghasilkan energi untuk persiapan menghadapi bahaya mengacam. Ditambah
dengan denyut jantung bertambah dan otot berkontraksi.
b.
The stage of resistance( reaksi pertahanan). Reaksi terhadap stressor sudah
mencapai atau melampaui tahap kemampuan tubuh. Pada keadaan ini sudah dapat timbul
gejala-gejala psikis dan somatis. Respon ini disebut juga coping mechanism. Coping
berarti kegiatan menghadapi masalah, misalnya kecewa diatasi dengan humor, rasa
tidak senang dihadapi dengan ramah dan sebagainya
c.
Stage of exhaustion( reaksi kelelahan). Pada fase ini gejala-gejala
psikosomatik tampak dengan jelas. Gejala psikosomatis antara lain gangguan
penceranaan, mual, diare, gatal-gatal, impotensi, exim, dan berbagai bentuk
gangguan lainnya. Kadang muncul gangguan tidak mau makan atau terlalu banyak
makan.
Menurut
Hans Selya membagi stress membagi stress dalam 3 tingkatan :
a.
Eustress adalah respon stress ringan yang menimbulkan rasa bahagia, senang,
menantang, dan menggairahkan. Dalam hal ini tekanan yang terjadi bersifat
positif, misalnya lulus dari ujian, atau kondisi menghadapi suatu perkawinan.
b.
Distress merupakan respon stress yang buruk dan menyakitkan sehingga tak mampu
lagi diatasi c. Optimal stress atau
Neustress adalah stress yang berada antara eustress dan distres, merupakan respon
stress yang menekan namun masih seimbang untuk menghadapi masalah dan memacu
untuk lebih bergairah, berprestasi, meningkatkan produktivitas kerja dan berani
bersaing.
D. Faktor Individual dan Sosial Penyebab Stress
1. Faktor lingkungan
Selain
memengaruhi desain struktur sebuah organisasi,
ketidakpastian lingkungan juga memengaruhi tingkat stres para karyawan
dan organisasi. Perubahan dalam
siklus bisnis menciptakan ketidakpastian ekonomi, misalnya, ketika kelangsungan
pekerjaan terancam maka seseorang mulai khawatir ekonomi akan memburuk.
2.
Faktor organisasi
Banyak
faktor di dalam organisasi yang dapat menyebabkan stres. Tekanan
untuk menghindari kesalahaan atau menyelesaikan tugas dalam waktu yang mepet,
beban kerja yang berlebihan, atasan yang selalu menuntut dan tidak peka, dan
rekan kerja yang tidak menyenangkan adalah beberapa di antaranya.
Hal
ini dapat mengelompokkan faktor-faktor ini menjadi tuntutan tugas, peran, dan
antarpribadi.
Tuntutan
tugas adalah faktor yang terkait dengan pekerjaan seseorang. Tuntutan tersebut
meliputi desain pekerjaan individual, kondisi kerja, dan tata letak fisik
pekerjaan. Sebagai contoh,
bekerja di ruangan yang terlalu sesak atau di lokasi yang selalu
terganggu oleh suara bising dapat meningkatkan kecemasan dan stres.
Dengan
semakin pentingnya layanan pelanggan, pekerjaan yang menuntut faktor emosional bisa menjadi
sumber stres.
Tuntutan
peran berkaitan dengan tekanan yang diberikan kepada seseorang sebagai
fungsi dari peran tertentu yang dimainkannya dalam organisasi.
Konflik peran menciptakan ekspektasi yang mungkin sulit untuk diselesaikan atau
dipenuhi.
Tuntutan
antarpribadi adalah tekanan yang diciptakan oleh karyawan. Tidak adanya
dukungan dari kolega dan hubungan antarpribadi yang buruk dapat meyebabkan
stres, terutama di antara para karyawan yang memiliki kebutuhan sosial yang
tinggi.
3. Faktor pribadi
Faktor-faktor
pribadi terdiri dari masalah keluarga, masalah ekonomi pribadi, serta kepribadian
dan karakter yang melekat dalam diri seseorang.
Survei
nasional secara konsisten menunjukkan bahwa orang sangat mementingkan hubungan keluarga
dan pribadi. berbagai kesulitan dalam hidup perkawinan, retaknya hubungan, dan
kesulitan masalah disiplin dengan anak-anak
adalah beberapa contoh masalah hubungan yang menciptakan stres.
Masalah
ekonomi karena pola hidup yang lebih besar pasak daripada tiang adalah kendala
pribadi lain yang menciptakan stres bagi karyawan dan mengganggu konsentrasi
kerja karyawan.Studi terhadap tiga organisasi
yang berbeda menunjukkan bahwa gejala-gejala stres yang dilaporkan sebelum
memulai pekerjaan sebagian besar merupakan varians dari berbagai gejala stres
yang dilaporkan sembilan bulan kemudian. Hal ini membawa para peneliti pada
kesimpulan bahwa sebagian orang memiliki kecenderungan kecenderungan inheren
untuk mengaksentuasi aspek-aspek negatif dunia secara umum. Jika
kesimpulan ini benar, faktor individual yang secara signifikan memengaruhi
stres adalah sifat dasar seseorang. Artinya,
gejala stres yang diekspresikan pada pekerjaan bisa jadi sebenarnya berasal
dari kepribadian
orang itu.
E. Tipe-Tipe Stress Psikologis
Tekanan : tekanan bisa timbul dari dalam dan luar diri kita,terkadang tekanan lebih sering timbul dari luar diri kita yaitu semisal dari lingkungan. Baiknya apabila merasa sudah dalam keadaan tertekan kita harus bisa mengutarakannya agar kita bisa terhindar dari keadaan stress tersebut.
Tekanan : tekanan bisa timbul dari dalam dan luar diri kita,terkadang tekanan lebih sering timbul dari luar diri kita yaitu semisal dari lingkungan. Baiknya apabila merasa sudah dalam keadaan tertekan kita harus bisa mengutarakannya agar kita bisa terhindar dari keadaan stress tersebut.
Frustasi
: situasi ini timbul karena suatu kejadian hal yang tidak mengenakan,semisal
kita sudah berusaha belajar dengan baik dengan harapan mendapatkan reward
(nilai) yang baik atau sesuai dengan usaha yang kita lakukan,tapi pada
kenyataannya nilai yang kita dapat malah buruk,itu mengakibatkan diri seseorang
frustasi,terkadang menjurus ke perasaan putus asa.
Konflik : ini bisa timbul di karenakan dua belah pihak mempunyai satu tujuan hanya jalannya berbeda,ini mengakibatkan seseorang terjebak dalam sebuah konflik dan pastinya hal ini akan membuat seseorang stress. Karena tidak semua orang bisa menghadapi konflik yang iya terima,terkadang membutuhkan pihak ke 3 untuk menyelesaikan konflik yang mereka alami.
Kecemasan : ini terjadi karena tingkat panik yang berlebihan dan tak bisa mengontrol paniknya itu,dan dia tidak bisa menghadapi keadaan di sekitarnya.
Konflik : ini bisa timbul di karenakan dua belah pihak mempunyai satu tujuan hanya jalannya berbeda,ini mengakibatkan seseorang terjebak dalam sebuah konflik dan pastinya hal ini akan membuat seseorang stress. Karena tidak semua orang bisa menghadapi konflik yang iya terima,terkadang membutuhkan pihak ke 3 untuk menyelesaikan konflik yang mereka alami.
Kecemasan : ini terjadi karena tingkat panik yang berlebihan dan tak bisa mengontrol paniknya itu,dan dia tidak bisa menghadapi keadaan di sekitarnya.
F. Symptom Reducing Responses
Terhadap Stress
Menurut Lazarus (dalam Santrock, 2003 : 566) penanganan stres atau coping terdiri dari dua bentuk, yaitu:
Coping yang berfokus pada masalah (problem-focused coping) adalah istilah Lazarus untuk strategi kognitif untuk penanganan stres atau coping yang digunakan oleh individu yang menghadapi masalahnya dan berusaha menyelesaikannya.
Coping yang berfokus pada emosi (problem-focused coping)adalah istilah Lazarus untuk strategi penanganan stres dimana individu memberikan respon terhadap situasi stres dengan cara emosional, terutama dengan menggunakan penilaian defensif.
G. Pendekatan “problem solving” terhadap stress
Kita mengatasi rasa stress itu dengan cara kita mencari penyebab stress itu sendiri (stressor) setelah kita tau penyebabnya kita harusbisa memilih mana jalan keluar terbaik untuk masalah kita,kalo perlu meminta bantuan orang lain. Misalnya kita baru mengalami putus cinta,lalu kita merasakan stress dan kita pun tau kalau untuk melanjutkan hubungan tersebut tidak mungkin lagi,nah darisitu kita bisa mengambil keputusan kalau memang orang itu bukan yang terbaik untuk kita,apa salahnya kita mencoba dengan orang baru dalam kehidupan kita. Atau tidak kita cerita kepada semua teman-teman kita yang bisa di percaya mungkin itu bisa sedikit menenangkan hati kita dan mengurangi rasa stress kita.
Menurut Lazarus (dalam Santrock, 2003 : 566) penanganan stres atau coping terdiri dari dua bentuk, yaitu:
Coping yang berfokus pada masalah (problem-focused coping) adalah istilah Lazarus untuk strategi kognitif untuk penanganan stres atau coping yang digunakan oleh individu yang menghadapi masalahnya dan berusaha menyelesaikannya.
Coping yang berfokus pada emosi (problem-focused coping)adalah istilah Lazarus untuk strategi penanganan stres dimana individu memberikan respon terhadap situasi stres dengan cara emosional, terutama dengan menggunakan penilaian defensif.
G. Pendekatan “problem solving” terhadap stress
Kita mengatasi rasa stress itu dengan cara kita mencari penyebab stress itu sendiri (stressor) setelah kita tau penyebabnya kita harusbisa memilih mana jalan keluar terbaik untuk masalah kita,kalo perlu meminta bantuan orang lain. Misalnya kita baru mengalami putus cinta,lalu kita merasakan stress dan kita pun tau kalau untuk melanjutkan hubungan tersebut tidak mungkin lagi,nah darisitu kita bisa mengambil keputusan kalau memang orang itu bukan yang terbaik untuk kita,apa salahnya kita mencoba dengan orang baru dalam kehidupan kita. Atau tidak kita cerita kepada semua teman-teman kita yang bisa di percaya mungkin itu bisa sedikit menenangkan hati kita dan mengurangi rasa stress kita.
Banyak
definisi yang dilontarkan oleh para pakar psikolo0gi guna mengartikan coping,
bisa diartikan strategi coping menunjuk pada berbagai upaya , baik mental
maupun perilaku, untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau
minimalisasikan suatu situasi atau kejadian yang penuh tekanan.
Coping
yang efektif umtuk dilaksanakan adalah coping yang membantu seseorang
untuk mentoleransi dan menerima situasi menekan dan tidak merisaukan tekanan
yang tidak dapat dikuasainya (lazarus dan folkman).
Sumber
:
http://fitri-danpsikologipendidikan.blogspot.com/2011/04/faktor-faktor-penyebab-stress-stressor.html
Lazarus,R,S.,&
folkman,S. (1984). Stress,appraisal,and coping. New York: Springer.
Lazarus, A. A. (2006). Learning theory and the treatment of depression. Behavior research and therapy, 6, 83-89.
Lazarus, A. A. (2006). Learning theory and the treatment of depression. Behavior research and therapy, 6, 83-89.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar