Cinta
dan Perkawinan
A. Memilih
Pasangan
Memilih
pasangan hidup bukanlah perkara mudah. Pasalnya, banyak orang yang merasa tidak
sreg ketika mereka ditawari untuk memilih suami atau memilih istri, tak seperti
memilih pacar yang bisa dengan mudah dilakukan. Menurut mereka, pasangan hidup
adalah orang yang diajak untuk susah senang bersama, yang diharapkan hanya akan
ada yang pertama dan yang terakhir.Itu sebabnya memilih pasangan hidup jauh
lebih susah dibandingkan dengan memilih pekerjaan atau tempat sekolah.
Dalam
memilih pasangan hidup, baik bagi laki-laki maupun perempuan keduanya memiliki
hak untuk memilih yang paling tepat sebagai pasangannya. Maka dari itu harus
benar-benar diperhitungkan ketika memilih pasangan yang baik. Bila ingin
pintar, seseorang harus rajin belajar, bila ingin kaya seseorang harus
berhemat, begitu pula tentang pasangan hidup. Bila menginginkan pasangan hidup
yang baik maka kita juga harus baik. Tak ada sesuatu di dunia ini yang untuk
mendapatkannya tidak memerlukan pengorbanan. Segala sesuatu ada harga-nya
termasuk bila ingin mendapatkan pasangan hidup yang baik. Ya, dimulai dari diri
sendiri. Bila kita bercita-cita untuk mendapatkan pasangan hidup yang baik,
maka kita sendiri harus baik. Percayalah, Tuhan telah memasangkan manusia
sesuai dengan karakter dan derajat mereka masing-masing. Manusia yang baik
hanyalah untuk manusia yang baik pula, begitu pula sebaliknya.
Banyak
orang yang pikirannya terlalu pendek dalam perkara ini sehingga gagal dalam
pernikahannya. Prinsipnya adalah jika kita hanya berpedoman pada hal-hal yang
sifatnya duniawi (kecantikan dan kekayaan) maka akan sangat sulit dalam
menjalani hari-hari berumah tangga nantinya. Karena semua itu sifatnya hanya
sementara dan sangat mudah berubah. Jadi, jika jatuh cinta hanya karena melihat
dari segi kecantikan/ketampanan dan atau kekayaan, maka cinta tersebut akan
sangat mudah berkurang bahkan hilang. Jika kita memang cinta pada seseorang
maka lahirlah ketampanan/kecantikan, bukan sebaliknya. Berikutnya adalah
tentang masalah fisik. Banyak yang berkata bahwa wanita cantik hanya pantas
untuk laki-laki tampan, begitu pula sebaliknya. Dan apa yang terjadi ketika
teman kita yang mungkin tak begitu cantik mendapatkan suami yang tampan dan
juga kaya, maka kita biasanya akan protes. Kita merasa bahwa dirinya tak pantas
dan kitalah yang lebih pantas.
Di
bawah ini memilih pasangan sesuai sunah Rasulullah :
1. Taat kepada Allah dan
Rasul-Nya
Ini adalah kriteria yang paling
utama dari kriteria yang lain. Maka dalam memilih calon pasangan hidup, minimal
harus terdapat satu syarat ini. Karena Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ
عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
“Sesungguhnya yang paling
mulia di antara kalian adalah yang paling bertaqwa.” (QS. Al Hujurat: 13)
2. Al Kafa’ah (Sekufu)
Yang dimaksud dengan sekufu atau
al kafa’ah -secara bahasa- adalah sebanding dalam hal kedudukan,
agama, nasab, rumah dan selainnya (Lisaanul Arab, Ibnu Manzhur). Al
Kafa’ah secara syariat menurut mayoritas ulama adalah sebanding dalam agama,
nasab (keturunan), kemerdekaan dan pekerjaan. (Dinukil dari Panduan Lengkap
Nikah, hal. 175). Atau dengan kata lain kesetaraan dalam agama dan status
sosial. Banyak dalil yang menunjukkan anjuran ini. Di antaranya firman Allah
Ta’ala,
الْخَبِيثَاتُ
لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ
وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ
“Wanita-wanita yang keji
untuk laki-laki yang keji. Dan laki-laki yang keji untuk wanita-wanita yang
keji pula. Wanita-wanita yang baik untuk laki-laki yang baik. Dan laki-laki
yang baik untuk wanita-wanita yang baik pula.” (QS. An Nur: 26)
3. Menyenangkan jika
dipandang
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam hadits yang telah disebutkan, membolehkan kita
untuk menjadikan faktor fisik sebagai salah satu kriteria memilih calon
pasangan. Karena paras yang cantik atau tampan, juga keadaan fisik yang menarik
lainnya dari calon pasangan hidup kita adalah salah satu faktor penunjang
keharmonisan rumah tangga. Maka mempertimbangkan hal tersebut sejalan dengan
tujuan dari pernikahan, yaitu untuk menciptakan ketentraman dalam hati.
Allah Ta’ala berfirman,
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ
خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجاً لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا
“Dan di antara tanda
kekuasaan Allah ialah Ia menciptakan bagimu istri-istri dari jenismu sendiri
agar kamu merasa tenteram denganya.” (QS. Ar Ruum: 21)
4. Subur (mampu
menghasilkan keturunan)
Di antara hikmah dari pernikahan
adalah untuk meneruskan keturunan dan memperbanyak jumlah kaum muslimin dan memperkuat
izzah (kemuliaan) kaum muslimin. Karena dari pernikahan diharapkan
lahirlah anak-anak kaum muslimin yang nantinya menjadi orang-orang yang shalih
yang mendakwahkan Islam. Oleh karena itulah, Rasullullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk memilih calon istri yang subur,
تزوجوا الودود الولود
فاني مكاثر بكم الأمم
“Nikahilah wanita yang
penyayang dan subur! Karena aku berbangga dengan banyaknya ummatku.” (HR.
An Nasa’I, Abu Dawud. Dihasankan oleh Al Albani dalam Misykatul Mashabih)
B.
Hubungan
Dalam Perkawinan
Simak
dulu pendapat Dawn J. Lipthrott, LCSW, seorang psikoterapis dan juga marriage
and relationship educator and coach, dia mengatakan bahwa ada lima tahap
perkembangan dalam kehidupan perkawinan. Hubungan dalam pernikahan bisa
berkembang dalam tahapan yang bisa diduga sebelumnya. Namun perubahan dari satu
tahap ke tahap berikut memang tidak terjadi secara mencolok dan tak memiliki
patokan batas waktu yang pasti. Bisa jadi antara pasangan suami-istri,
yang satu dengan yang lain, memiliki waktu berbeda saat menghadapi dan melalui
tahapannya. Namun anda dan pasangan dapat saling merasakannya.
Tahap
pertama : Romantic
Love. Saat ini adalah saat Anda dan pasangan merasakan gelora cinta yang
menggebu-gebu. Ini terjadi di saat bulan madu pernikahan. Anda dan pasangan
pada tahap ini selalu melakukan kegiatan bersama-sama dalam situasi romantis
dan penuh cinta.
Tahap
kedua : Dissapointment
or Distress. Masih menurut Dawn, di tahap ini pasangan suami istri kerap
saling menyalahkan, memiliki rasa marah dan kecewa pada pasangan, berusaha
menang atau lebih benar dari pasangannya. Terkadang salah satu dari pasangan
yang mengalami hal ini berusaha untuk mengalihkan perasaan stres yang memuncak
dengan menjalin hubungan dengan orang lain, mencurahkan perhatian ke pekerjaan,
anak atau hal lain sepanjang sesuai dengan minat dan kebutuhan masing-masing.
Menurut Dawn tahapan ini bisa membawa pasangan suami-istri ke situasi yang tak
tertahankan lagi terhadap hubungan dengan pasangannya. Banyak pasangan di
tahap ini memilih berpisah dengan pasangannya.
Tahap
ketiga : Knowledge
and Awareness. Dawn mengungkapkan bahwa pasangan suami istri yang sampai
pada tahap ini akan lebih memahami bagaimana posisi dan diri pasangannya.
Pasangan ini juga sibuk menggali informasi tentang bagaimana kebahagiaan
pernikahan itu terjadi. Menurut Dawn juga, pasangan yang sampai di tahap ini
biasanya senang untuk meminta kiat-kiat kebahagiaan rumah tangga kepada
pasangan lain yang lebih tua atau mengikuti seminar-seminar dan konsultasi
perkawinan.
Tahap
keempat : Transformation.
Suami istri di tahap ini akan mencoba tingkah laku yang berkenan di hati
pasangannya. Anda akan membuktikan untuk menjadi pasangan yang tepat bagi pasangan
Anda. Dalam tahap ini sudah berkembang sebuah pemahaman yang menyeluruh antara
Anda dan pasangan dalam mensikapi perbedaan yang terjadi. Saat itu, Anda dan
pasangan akan saling menunjukkan penghargaan, empati dan ketulusan untuk
mengembangkan kehidupan perkawinan yang nyaman dan tentram.
Tahap
kelima : Real
Love. “Anda berdua akan kembali dipenuhi dengan keceriaan, kemesraan,
keintiman, kebahagiaan, dan kebersamaan dengan pasangan,” ujar Dawn.
Psikoterapis ini menjelaskan pula bahwa waktu yang dimiliki oleh pasangan suami
istri seolah digunakan untuk saling memberikan perhatian satu sama lain. Suami
dan istri semakin menghayati cinta kasih pasangannya sebagai realitas yang
menetap. “Real love sangatlah mungkin untuk Anda dan pasangan jika Anda berdua
memiliki keinginan untuk mewujudkannya. Real love tidak bisa terjadi dengan
sendirinya tanpa adanya usaha Anda berdua,” ingat Dawn.
Lebih
lanjut Dawn menyarankan pula, “Jangan hancurkan hubungan pernikahan Anda dan
pasangan hanya karena merasa tak sesuai atau sulit memahami pasangan. Anda
hanya perlu sabar menjalani dan mengulang tahap perkembangan dalam pernikahan
ini. Jadikanlah kelanggengan pernikahan Anda berdua sebagai suatu hadiah
berharga bagi diri sendiri, pasangan, dan juga anak.
Ketika
pasangan (suami/istri) kedapatan beberapa kali bersikap kurang baik, anggap lah
ini sebuah ladang amal sabar. Dan jangan sekali-kali berfikir bahwa hasil dari
istikharah ternyata gagal ketika suatu hari merasa sedikit kesal mendapati
kelakukan pasangan Anda sikapnya kurang baik, harusnya tetap lah berfikir bahwa
dia memang pilihan terbaik yang Allah pilihkan.
Ketika
keadaannya seperti itu tadi, yang menjadi tantangan untuk Anda lakukan adalah
menunjukan sikap yang lebih baik dari dia, agar Anda menjadi contoh kebaikan
untuknya, karena tidak selesai hanya berharap saja dia harus lebih baik dari
Anda, tetapi kita harus melakukan sesuatu untuk menjadi jalan perubahan
untuknya. Karena bisa jadi begini, sekarang memang pasangan Anda belum baik,
tapi yakin lah bahwa suatu saat dia akan lebih baik dari Anda, kontribusi
motivasi dari Anda diperlukan juga untuknya.
C.
Penyesuaian
dan Pertumbuhan Dalam Perkawinan
Perkawinan
tidak berarti mengikat pasangan sepenuhnya. Dua individu ini harus dapat
mengembangkan diri untuk kemajuan bersama. Keberhasilan dalam perkawinan tidak
diukur dari ketergantungan pasangan. Perkawinan merupakan salah satu tahapan
dalam hidup yang pasti diwarnai oleh perubahan. Dan perubahan yang terjadi
dalam sebuah perkawinan, sering tak sederhana. Perubahan yang terjadi dalam
perkawinan banyak terkait dengan terbentuknya relasi baru sebagai satu kesatuan
serta terbentuknya hubungan antarkeluarga kedua pihak.
Relasi
yang diharapkan dalam sebuah perkawinan tentu saja relasi yang erat dan hangat.
Tapi karena adanya perbedaan kebiasaan atau persepsi antara suami-istri, selalu
ada hal-hal yang dapat menimbulkan konflik. Dalam kondisi perkawinan seperti
ini, tentu sulit mendapatkan sebuah keluarga yang harmonis.
Pada
dasarnya, diperlukan penyesuaian diri dalam sebuah perkawinan, yang mencakup
perubahan diri sendiri dan perubahan lingkungan. Bila hanya mengharap pihak
pasangan yang berubah, berarti kita belum melakukan penyesuaian.
Banyak
yang bilang pertengkaran adalah bumbu dalam sebuah hubungan. Bahkan bisa
menguatkan ikatan cinta. Hanya, tak semua pasangan mampu mengelola dengan baik
sehingga kemarahan akan terakumulasi dan berpotensi merusak hubungan.
D.
Perceraian
dan Pernikahan Kembali
Pernikahan
bukanlah akhir kisah indah bak dongeng cinderella, namun dalam perjalanannya,
pernikahan justru banyak menemui masalah. Menikah Kembali setelah perceraian
mungkin menjadi keputusan yang membingungkan untuk diambil. Karena orang akan
mencoba untuk menghindari semua kesalahan yang terjadi dalam perkawinan
sebelumnya dan mereka tidak yakin mereka bisa memperbaiki masalah yang dialami.
Mereka biasanya kurang percaya dalam diri mereka untuk memimpin pernikahan yang
berhasil karena kegagalan lama menghantui mereka dan membuat mereka ragu-ragu
untuk mengambil keputusan.
Apa
yang akan mempengaruhi peluang untuk menikah setelah bercerai? Ada banyak faktor.
Misalnya seorang wanita muda pun bisa memiliki kesempatan kurang dari menikah
lagi jika dia memiliki beberapa anak. Ada banyak faktor seperti faktor
pendidikan, pendapatan dan sosial.
Sebagai
manusia, kita memang mempunyai daya tarik atau daya ketertarikan yang tinggi
terhadap hal-hal yang baru. Jadi, semua hal yang telah kita miliki dan nikmati
untuk suatu periode tertentu akan kehilangan daya tariknya. Misalnya, Anda
mencintai pria yang sekarang menjadi pasangan karena kegantengan, kelembutan dan
tanggung jawabnya. Lama-kelamaan, semua itu berubah menjadi sesuatu yang biasa.
Itu adalah kodrat manusia. Sesuatu yang baru cenderung mempunyai daya tarik
yang lebih kuat dan kalau sudah terbiasa daya tarik itu akan mulai menghilang
pula. Ada kalanya, hal-hal yang sama, yang terus-menerus kita lakukan akan
membuat jenuh dalam pernikahan.
Esensi
dalam pernikahan adalah menyatukan dua manusia yang berbeda latar belakang.
Untuk itu kesamaan pandangan dalam kehidupan lebih penting untuk diusahakan
bersama. Jika ingin sukses dalam pernikahan baru, perlu menyadari tentang
beberapa hal tertentu, jangan biarkan kegagalan masa lalu mengecilkan hati.
Menikah kembali setelah perceraian bisa menjadi pengalaman menarik. tinggalkan
masa lalu dan berharap untuk masa depan yang lebih baik.
E. Alternatif Selain Menikah
Ada
banyak alasan untuk tetap melajang. Perkembangan zaman, perubahan gaya hidup,
kesibukan pekerjaan yang menyita waktu, belum bertemu dengan pujaan hati yang
cocok, biaya hidup yang tinggi, perceraian yang kian marak, dan berbagai alasan
lainnya membuat seorang memilih untuk tetap hidup melajang. Batasan usia untuk
menikah kini semakin bergeser, apalagi tingkat pendidikan dan kesibukan meniti
karir juga ikut berperan dalam memperpanjang batasan usia seorang untuk
menikah. Keputusan untuk melajang bukan lagi terpaksa, tetapi merupakan sebuah
pilihan. Itulah sebabnya, banyak pria dan perempuan yang memilih untuk tetap
hidup melajang.
Persepsi
masyarakat terhadap orang yang melajang, seiring dengan perkembangan zaman,
juga berubah. Seringkali kita melihat seorang yang masih hidup melajang,
mempunyai wajah dan penampilan di atas rata-rata dan supel. Baik pelajang pria
maupun wanita, mereka pun pandai bergaul, memiliki posisi pekerjaan yang cukup
menjanjikan, tingkat pendidikan yang baik.
Alasan
yang paling sering dikemukakan oleh seorang single adalah tidak ingin
kebebasannya dikekang. Apalagi jika mereka telah sekian lama menikmati
kebebasan bagaikan burung yang terbang bebas di angkasa. Jika hendak pergi,
tidak perlu meminta ijin dan menganggap pernikahan akan membelenggu kebebasan.
Belum lagi jika mendapatkan pasangan yang sangat posesif dan cemburu.
Banyak
perusahaan lebih memilih karyawan yang masih berstatus lajang untuk mengisi
posisi tertentu. Pertimbangannya, para pelajang lebih dapat berkonsentrasi
terhadap pekerjaan. Hal ini juga menjadi alasan seorang tetap hidup melajang.
Banyak
pria menempatkan pernikahan pada prioritas kesekian, sedangkan karir lebih mendapat
prioritas utama. Dengan hidup melayang, mereka bisa lebih konsentrasi dan fokus
pada pekerjaan, sehingga promosi dan kenaikan jabatan lebih mudah diperoleh.
Biasanya, pelajang lebih bersedia untuk bekerja lembur dan tugas ke luar kota
dalam jangka waktu yang lama, dibandingkan karyawan yang telah menikah.
Kemapanan
dan kondisi ekonomi pun menjadi alasan tetap melajang. Pria sering kali merasa
kurang percaya diri jika belum memiliki kendaraan atau rumah pribadi.
Sementara, perempuan lajang merasa senang jika sebelum menikah bisa hidup
mandiri dan memiliki karir bagus. Mereka bangga memiliki sesuatu yang
dihasilkan dari hasil keringat sendiri. Selain itu, ada kepuasaan tersendiri.
Sumber
:
http://id.wikipedia.org/wiki/Perkawinan
Adhim, Mohammad Fauzil (2002) Indahnya
Perkawinan Dini Jakarta: Gema Insani Press (GIP)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar