Sabtu, 23 Maret 2013

Tulisan 1 ( Kesehatan Mental )


Konsep Sehat
Secara harfiah sehat berarti kondisi seseorang dimana seluruh bagian dari manusia dapat bekerja sama dengan baik, sehingga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya
(Kamus Bahasa Indonesia). Dari pengertian di atas saja kita sudah dapat menggambarkan apa arti sehat dan apa saja hal-hal yang “menyangkut” tentang sehat itu sendiri.
Konsep sehat dalam hal ini bukan hanya apa arti sehat seperti yang “digambarkan” oleh pengertian di atas yaitu fungsi tubuh yang berfungsi dan berkoordinasi dengan baik serta bekerja dengan semestinya. Setiap usaha-usaha dalam “mencapai” dan mempertahankan kesehatan itu merupakan konsep sehat itu sendiri. Banyak usaha yang dilakukan setiap orang untuk mencapai apa itu yang kita sebut dengan kata “sehat”, entah itu dengan meminum obat-obatan secara teratur setiap hari, berolahraga dengan jadwal ketat,mengkonsumsi makanan yang organik, diet ketat, bahkan menempuh “jalan” yang bisa dianggap sedikit di luar nalar.
Menurut WHO, Sehat adalah keadaan keseimbangan yang sempurna, baik fisik, mental, dan sosial, tidak hanya bebas dari penyakit dan kelemahan. Menurut Parson. Sehat adalah kemampuan optimal individu untuk menjalankan peran dan tugasnya secara efektif. Menurut Undang-Undang Kesehatan RI No. 23 Tahun 1992, Sehat adalah keadaan sejahtera tubuh, jiwa, sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Jadi di sini saya berpendapat atau dapat dikatakan mempunyai kesimpulan bahwa konsep sehat itu bukan hanya dimana seluruh bagian/organ tubuh berfungsi dan bekerja dengan baik (bagaimana semestinya), tetapi juga setiap usaha-usaha yang dilakukan agar dapat “mencapai” kesehatan dan mempertahankannya.

Sumber :
 http://ilmugreen.blogspot.com/2012/06/konsep-sehat-sakit-pada-keluarga.html
http://4jipurnomo.wordpress.com/konsep-sehat/
http://myblog-pamungkas.blogspot.com/2012/03/sejarah-kesehatan-mental-konsep-sehat.html

Sejarah Perkembangan Kesehatan Mental  

Sejarah kesehatan mental tidaklah sejelas sejarah ilmu kedokteran. Ini terutama karena masalah mental bukan merupakan masalah fisik yang dengan mudah dapat diamati dan terlihat. Berbeda dengan gangguan fisik yang dapat dengan relatif mudah dideteksi, seklaipun oleh anggota keluarganya sendiri. Hal ini lebih karena mereka sehari-hari hidup bersama sehingga tingkah laku-tingkah laku yang mengindikasi gangguan mental dia anggap hal biasa, bukan sebagai gangguan.
Khusus untuk masyarakat indonesia, masalah kesehatan mental saat ini belum begitu mendapat perhatian yang serius. Krisis yang saat ini melanda membuat perhatian terhadap kesehatan mental kurang terpikirkan. Faktor budaya pun seringkali membuat masyarakat memiliki pandangan yang beragam mengenai penderita gangguan mental. Oleh karena itu berikut disajikan sejarah mengenai perkembangan kesehatan mental.

A.  GANGGUAN MENTAL TIDAK DIANGGAP SAKIT
Tahun 1600 dan sebelumnya
Pandangan masyarakat saat itu menganggap bahwa orang yang mengalami gangguan mental adalah karena mereka dimasuki oleh roh-roh yang ada disekitarnya. Mereka dianggap melakukan kesalahan kepada roh-roh untuk menyatakan keinginannya. Oleh karena itu mereka sering kali tidak dianggap sakit.
Tahun 1692
Mendapat pengaruh para imigran dari Eropa yang beragama nasrani, di amerika orang yang bergangguan mental saat itu sering dianggap terkena sihir/guna-guna atau dirasuki setan.
Sejarah kesehatan mental di Eropa, khususnya inggris agak sedikit berbeda. Sebelum abad ke-17, orang gila disamakan dengan penjahat/kriminal sehingga mereka dimasukan ke dalam penjara.

 B.       GANGGUAN MENTAL DIANGGAP SEBAGAI SAKIT
Tahun 1724
Pendeta Cotton Mather (1663-1728) mematahkan takhayul yag hidup di masyarakatberkaitan dengan sakit jiwa dengan memajukan penjelasan secara fisik mengenai sakit jiwa itu sendiri.
Tahun 1812
Benjamin Rush (1745-1813) menjadi salah satu pengacara mula-mula yang menangani masalah penangan secara manusiawi unruk penyakit mental. Pada masa ini tunbuh kepercayaan bahwa penanganan di rumah sakit jiwa merupakan hal yang benar dan secara ilmiah untuk menyembuhkan kegilaan. Pada tahun 1842 psikiater mulai masuk dan mendapat peranan penting dir umah sakit mengagntikan ahli hukum yang selama ini berperan.
Tahun 1843
Kurang lebih terdapat 24 rumah sakit, tapi hanya ada 2.561 tempat tidur yang tersedia untuk menangani penyakit mental di amerika serikat.
Tahun 1908
Clifford Beers (1876- 1943) mendirikan masyarakat Connecticut untuk mental Higiene yang kemudian pada tahun berikutnya berubah menjadi komite nasional untuk mental Higiene  yang merupakan pendahulu asosiasi kesehatan mental nasional.
Tahun 1910
Emil Kraeplin pertama kali mengagmbarkan penyakit Alzheimer dan juga mengembangkan alat tes yang digunakan untuk mendeteksi gangguan epilepsi.
 C.      GANGGUAN MENTAL DIANGGAP BUKAN SAKIT
Tahun 1961
Thomaz Szasz membuat tulisan yang berjudul The Myth of Mental Illness, yang mengemukankan dasar teori yang menyatakan bahwa “ sakit mental” sebenarnya tidaklah betul-betul “sakit” tetapi merupakan tidnadakan orang yang secara mental tertekan karena harus bereaksi terhadap lingkungan.

Sumber :
Siswanto. 2007. Kesehatan Mental: kosep, cakupan, dan perkembangan. Yogyakarta:ANDI
http://myblog-pamungkas.blogspot.com/2012/03/sejarah-kesehatan-mental-konsep-sehat.html

Pendekatan Kesehatan Mental
1.      Orientasi Klasik
Orientasi klasik yang umumnya digunakan dalam kedokteran termasuk psikiatri mengartikan sehat sebagai kondisi tanpa keluhan, baik fisik maupun mental. Orang yang sehat adalah orang yang tidak mempunyai keluhan tentang keadaan fisik dan mentalnya. Sehat fisik artinya tidak ada keluhan fisik. Sedang sehat mental artinya tidak ada keluhan mental. Dalam ranah psikologi, pengertian sehat seperti ini banyak menimbulkan masalah ketika kita berurusan dengan orang-orang yang mengalami gangguan jiwa yang gejalanya adalah kehilangan kontak dengan realitas. Orang-orang seperti itu tidak merasa ada keluhan dengan dirinya meski hilang kesadaran dan tak mampu mengurus dirinya secara layak. Pengertian sehat mental dari orientasi klasik kurang memadai untuk digunakan dalam konteks psikologi. Mengatasi kekurangan itu dikembangkan pengertian baru dari kata ‘sehat’. Sehat atau tidaknya seseorang secara mental belakangan ini lebih ditentukan oleh kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan. Orang yang memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungannya dapat digolongkan sehat mental. Sebaliknya orang yang tidak dapat menyesuaikan diri digolongkan sebagai tidak sehat mental. 
2.      Orientasi Penyesuaian Diri
Dengan menggunakan orientasi penyesuaian diri, pengertian sehat mental tidak dapat dilepaskan dari konteks lingkungan tempat individu hidup. Oleh karena kaitannya dengan standar norma lingkungan terutama norma sosial dan budaya, kita tidak dapat menentukan sehat atau tidaknya mental seseorang dari kondisi kejiwaannya semata. Ukuran sehat mental didasarkan juga pada hubungan antara individu dengan lingkungannya. Seseorang yang dalam masyarakat tertentu digolongkan tidak sehat atau sakit mental bisa jadi dianggap sangat sehat mental dalam masyarakat lain. Artinya batasan sehat atau sakit mental bukan sesuatu yang absolut. Berkaitan dengan relativitas batasan sehat mental, ada gejala lain yang juga perlu dipertimbangkan. Kita sering melihat seseorang yang menampilkan perilaku yang diterima oleh lingkungan pada satu waktu dan menampilkan perilaku yang bertentangan dengan norma lingkungan di waktu lain. Misalnya ia melakukan agresi yang berakibat kerugian fisik pada orang lain pada saat suasana hatinya tidak enak tetapi sangat dermawan pada saat suasana hatinya sedang enak. Dapat dikatakan bahwa orang itu sehat mental pada waktu tertentu dan tidak sehat mental pada waktu lain. Lalu secara keseluruhan bagaimana kita menilainya? Sehatkah mentalnya? Atau sakit? Orang itu tidak dapat dinilai sebagai sehat mental dan tidak sehat mental sekaligus.
Dengan contoh di atas dapat kita pahami bahwa tidak ada garis yang tegas dan universal yang membedakan orang sehat mental dari orang sakit mental. Oleh karenanya kita tidak dapat begitu saja memberikan cap ‘sehat mental’ atau ‘tidak sehat mental’ pada seseorang. Sehat atau sakit mental bukan dua hal yang secara tegas terpisah. Sehat atau tidak sehat mental berada dalam satu garis dengan derajat yang berbeda. Artinya kita hanya dapat menentukan derajat sehat atau tidaknya seseorang. Dengan kata lain kita hanya bicara soal ‘kesehatan mental’ jika kita berangkat dari pandangan bahwa pada umumnya manusia adalah makhluk sehat mental, atau ‘ketidak-sehatan mental’ jika kita memandang pada umumnya manusia adalah makhluk tidak sehat mental. Berdasarkan orientasi penyesuaian diri, kesehatan mental perlu dipahami sebagai kondisi kepribadian seseorang secara keseluruhan. Penentuan derajat kesehatan mental seseorang bukan hanya berdasarkan jiwanya tetapi juga berkaitan dengan proses pertumbuhan dan perkembangan seseorang dalam lingkungannya. 
3.      Orientasi Pengembangan Potensi
Seseorang dikatakan mencapai taraf kesehatan jiwa, bila ia mendapat  kesempatan untuk mengembangkan potensialitasnya menuju kedewasaan, ia bisa dihargai oleh orang lain dan dirinya sendiri. Dalam psiko-terapi (Perawatan Jiwa) ternyata yang menjadi pengendali utama dalam setiap tindakan dan perbuatan seseorang bukanlah akal pikiran semata-mata, akan tetapi yang lebih penting dan kadang-kadang sangat menentukan adalah perasaan. Telah terbukti bahwa tidak selamanya perasaan tunduk kepada pikiran, bahkan sering terjadi sebaliknya, pikiran tunduk kepada perasaan. Dapat dikatakan bahwa keharmonisan antara pikiran dan perasaanlah yang membuat tindakan seseorang tampak matang dan wajar.
Sehingga dapat dikatakan bahwa tujuan Hygiene mental atau kesehatan mental adalah mencegah timbulnya gangguan mental dan gangguan emosi, mengurangi atau menyembuhkan penyakit jiwa serta memajukan jiwa. Menjaga hubungan sosial akan dapat mewujudkan tercapainya tujuan masyarakat membawa kepada tercapainya tujuan-tujuan perseorangan sekaligus.

Sumber :
http://idb4.wikispaces.com/file/view/uf4018.2.pdf
Siswanto. 2007. Kesehatan Mental: kosep, cakupan, dan perkembangan. Yogyakarta:ANDI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar